24 September, 2009

Tips Mendapatkan Penginapan Gratis di Seluruh Dunia dan Indonesia

Untuk sebagian besar orang traveling dinilai sebagai sesuatu yang sangat mahal. Mungkin mahal itu relatif, tapi mengenai besar kecilnya pengeluaran itu tergantung dari pribadi orang itu sendiri.


Ketika berpergian ke luar kota, banyak hal yang perlu gua lakukan supaya biaya yang dikeluarkan tidak membengkak, salah satunya adalah tidak membeli oleh-oleh. Dan juga gua usahain untuk tidak terpaku, di guesthouse mana aku bakaln tinggal di sana. Hal yang lebih baik gua cari adalah mencari kebaikan orang lokal yang bersedia menampung selama di sana.


Tidak mudah memang mencari kebaikan seseorang untuk menampung di tempat baru. Tapi untungnya itu dulu. Sekarang kan udah canggih, internet membuat semua hal yang sulit didapatkan masa lalu menjadi lebih mudah sekarang.







Terdapat berbagai situs (sebenarnya) di mana member-member yang tergabung di situs itu. Memberikan suatu akomodasi berupa penginapan di rumahnya gratis di seluruh dunia. Situs yang paling terkenal antara lain adalah www.hospitalityclub.org dan www.couchsurfing.org . Untuk rekomendasi couchsurfing menyediakan jumlah member yang lebih banyak dibandingkan hospitalityclub. Sebagai perbandingan member di CS terdapat sekitar 1juta lebih member dibandingkan HC yang hanya 500ribu member. Dan juga buat gua situs itu mudah digunakan. Hanya butuh beberapa waktu untuk sampai lo terbiasa dengan semua pilihan yang ada di situ.


Di situs tersebut, terdapat berbagai macam orang yang sama-sama suka traveling dan mereka menyediakan tempat tinggalnya untuk ditinggali oleh kita selama kita ada di tempat mereka.


Tidak semua member di dalam situs itu memperbolehkan rumah mereka untuk ditinggali, tetapi mereka menawarkan kebaikan yang lain untuk kita. Misalkan : walaw dia tidak bisa menjadi host kita, tapi mereka bisa mengantar kita jalan-jalan mengelilingi kota dll.


Dan juga host kita tersebar di seluruh dunia dan 5 benua, termasuk Indonesia dengan 33 propinsinya, menarik bukan? Jadi kalau lo mungkin berencana traveling gua bakal saran untuk mencari host di tempat yang lo tuju dari situs ini, dibandingkan tinggal di guesthouse, walaw murah. Tapi kalau lo dapet tempat tinggal yang gratis, juga (kadang-kdang) disajikan makanan gratis, dan jalan-jalan yang gratis pula. Lo bakalan pilih yang mana?


Hanya aja di balik kegratisan itu, sebenernya ada bayaran yang tidak bisa dinilai dengan uang. Melainkan bayaran berupa balas budi. Maksud gua, kalau suatu ketika mereka datang ke tempat kita. Maka mereka ingin mendapatkan sesuatu hal yang pernah mereka berikan waktu mereka meng-host kita.


Dan walaw di sisi kemudahan yang lain, jika kita memutuskan untuk mencari siapa yang mau meng-host. Maka  bisanya juga terdapat suatu peraturan-peraturan tersendiri tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama di rumah mereka. Misalkan aja : kita harus bantu bersih-bersih rumah, bantu ini dan bantu itu.


Tapi sebenernya itu bukan masalah kan, karena sebagai tamu dan orang yang menginap kita juga perlu tau sopan-santun dan bertindak hormat terhadap orang yang udah bersedia dengan baik hati memberikan tempat tinggalnya untuk kita tinggali sementara.


Di sisi lain, kita juga harus melihat kapan dan pada hari apa aja seseorang itu bisa meng-host kita, di mana kita akan tidur ; di kamar terpisah, atau di lantai, dll.


Sebenernya sih sama aja seperti kita menginap di rumah orang yang baru dikenal. Pastilah hal-hal seperti itu akan muncul. Dan dari sisi berkomunikasipun, kemungkinan kita juga harus jadi seseorang yang berwawasan. Maksud berwawasan di sini adalah kita mampu memegang pembicaraan dari berbagai umur, baik pembicaraan terhadap anak kecil, seumuran, maupun dewasa dan mampu menghandle pembicaraan tersebut dengan pengetahuan kita sehingga pembicaraan antara lo dan mereka menjadi lebih hidup. Jangan sampe kurangnya keluwesan pembicaraan lo, membuat yang meng-host lo bergumam. “damn, I host a boring person!”.


Dan faktor krusial yang diperlukan juga adalah kemampuan bahasa inggris apabila kita memutuskan untuk berjalan ke luar negri di mana bahasa.indonesia tidak digunakan di sana. 


Jadi gimana. Udah ada gambaran tentang ke mana lo bakalan pergi? Kan sekarang udah ga perlu mikirin biaya hotel, jalan-jalan, makan di kota tersebut.. :)

05 September, 2009

Pengalaman Membuat Passport di Imigrasi Suci Bandung

Ini merupakan pengalaman pertama kalinya gua berhubungan dengan birokrat. Awalnya biasa aja, tapi setelah sampai di tahap akhir pengurusan passport. Baru gua sadar kalau gua adalah seorang yang nggak sabaran, pemarah, maupun pendendam.

Jadi, yang menjadi salah satu tolak ukur bagi semua orang yang ingin mengetes kesabaran adalah. Silahkan datang ke birokrasi terdekat!

***
Tanggal 14 Januari 2009. Gua mengurus passport di kantor Imigrasi Bandung. Awalnya gua ragu untuk urus sendiri, selain gua belum pernah berurusan dengan birokrat, gua juga tipe orang yang malas dipersulit. Jadi kalau ada orang yang menyediakan jasa cepat (calo) lebih baik gua pake itu aja. Selain mudah gua juga ga perlu tunggu lama. Tetapi jelas, ada kekurangannya. Pengurusan melalui calo jelas lebih mahal.
Karena bulan itu gua lagi banyak pengeluaran penting, seperti: baru kolokium dan smesteran baru. Jadinya gua pun mengurungkan niat menggunakan jasa calo.

***

Ini mungkin perbandingan antara gua pake jalur normal, cepat (calo), dan super cepat (calo):

- Jalur normal : Rp.270rb, selesai kira-kira 12 hari.
- Jalur cepat (calo) : Rp. 750rb, selesai 2 hari
- Jalur super cepat (calo) : Rp.1jt, selesai selama 1 hari saja!!

Dilihat dari perbandingannya. Terlihat jelas, menggunakan jasa calo jelas lebih mudah dan cepat, tapi konsekuensi yang harus gua ambil adalah jasa itu 300-400% lebih mahal dari harga normal. Kalaupun gua pakai jalur normal, harganya mungkin murah, tapi waktu selesainya lama, dan pastinya perlu kesabaran.

Dengan berbekal keteguhan gua waktu itu. Akhirnya gua memberanikan diri pergi ke kantor Imigrasi. Kebetulan jarak kantor itu dari rumah gua hanya butuh sekitar 5 menitan aja pakai motor.

Kesan pertama yang gua liat dari kantor itu adalah : sumpek!, banyak mobil diparkir di halaman parkir kendaraan yang cukup sempit, orang yang berlalu lalang juga semakin membuat pemandangan menjadi tambah sumpek. Saking banyaknya, gua bahkan sulit membedakan antara pelamar, atau calo, karena semuanya sama-sama mengenakan baju yang bagus.

Ada suatu ketentuan yang baru gua tahu saat pertama kalinya gua pergi ke Imigrasi, yaitu para pelamar harus mengenakan baju formal. Maksudnya pria menggenakan kemeja, sedangkan wanita mengenakan pakain bebas asal sopan.

Ada beberapa tahapan sampai akhirnya gua mendapat passport gua : 
Tahap I : Penyerahan Dokumen dan Formulir
Tahap II : Pembayaran
Tahap III : Wawancara, ambil sidik jari, juga pemotretan.
Tahap IV : Pengambilan Passport.
  
  • Dari Tahap I : Penyerahan Dokumen dan Formulir s/d Tahap II : Pembayaran gua membutuhkan waktu kira-kira 5 harian, sampai gua diminta untuk balik lagi ke kantor imigrasi untuk melakukan tahap II : Pembayaran.
  • Tahap III : wawancara, ambil sidik jari, dan pemotretan, kira-kira selang sehari setelah tahap II : Pembayaran.
  • Tahap IV : Pengambilan passport, kurang lebih 7 hari setelah tahap III : Wawancara, ambil sidik jari, juga pemotretan.
Total gua butuh 13 hari untuk menyelesaikan semua tahapan di atas.

Kalau misalkan gua menggunakan calo, gua nggak perlu bingung-bingung menghitung berapa hari sampai passport kita selesai. Gua Cuma perlu datang, dipotret ambil sidik jari, pulang, tidur, besok jadi.
Beda kalau gua pake jalur normal. Selama 13 gua menyelesaikan semua tahapan pembuatan passport itu, gua menemukan pengalaman buruk pertama gua dalam menghadapi birokrasi untuk pertama kalinya.

***
Tahap I : Penyerahan Dokumen dan Formulir  

Setelah gua mengisi formulir dan melengkapinya dengan data penunjang, seperti :
- Foto Copy KTP
- Foto Copy Kartu Keluarga (KK)
- Foto Copy Akte Kelahiran

Akhirnya gua menyerahkan dokumen-dokumen tersebut dalam sebuah map khusus yang diberikan oleh pihak Imigrasi. Di dokumen tersebut terdapat kolom : Nama, Kewarganegaraan, Tanggal Lahir, No.KTP. Yang harus kita isi dengan benar.
Gua duduk di depan loket I tempat penyerahan berkas pendaftaran. Kurang lebih sekitar 45 menit setelah berkas dikumpulkan, Nama gua dipanggil, “Panduwinata” melalui pengeras suara atau lebih terdengar “Psdfansdfuwsdfisdfnatsdfa” di telinga gua akibat kualitas mic yang kurang bagus.

Gua bergegas ke loket dan segera ambil kuitansi. Isi dari kuitansi itu adalah tanggal kapan gua harus kembali lagi ke imigrasi untuk dua tahap berikutnya tahap berikutnya, yaitu Tahap II : Pembayaran, dan tahap III : Wawancara, Sidik Jari, dan Pemotretan.
Ternyata setelah gua lihat, tanggal di laksanakan tahap pembayaran hinggal tahap wawancara hanya berselang satu hari saja. Kalau begitu kenapa tidak disatukan saja yah di hari yang sama?

---
Tahap II : Pembayaran 
Setelah pulang dari Jatinangor tanggal 19 Januari, tepatnya jam 14:00. Gua ke Imigrasi lagi sesuai dengan tanggal pembayaran. Setelah gua memarkirkan motor bebek jadul tahun 70 gua. Gua langsung mengambil nomor dan melakukan pembayaran di Loket Pembayaran.

Pandu : Mas, saya ingin bayar. Ini kuitansinya.
Mas : ....
Mas : ....
Mas : .... (tetap diam)
Pandu : Mas, ini saya ingin bayar.
Mas : Iya, tunggu dulu, saya selesein berkas ini dulu.
Pandu : Bilang Dong!! (kesal)

Setelah gua berkata dengan nada yang lebih tegas, akhirnya dia langsung memberhentikan kegiatan dia saat itu dan langsung mengambil berkas dan menerima pembayaran sebesar Rp270ribu. Segera setelah gua mendapat bukti pembayaran, gua segera pulang.

***
Tahap III : Wawancara, Ambil Sidik Jari, Pemotretan

Besok hari setelah gua selesai melakukan tahap pembayaran, gua kembali lagi. Tapi yang sekarang gua datang lebih awal dari biasanya, pukul 8:30. Sesuai dengan pengalaman sebelum-sebelumnya, kondisi imigrasi semakin siang semakin padat. Oleh karena itu gua akhirnya memutuskan untuk datang lebih pagi.

Tak lama setelah gua mengambil nomor antrian, gua langsung disuruh masuk ke dalam ruangan, katakanlah ruangan itu bernama loket II. Di loket ini gua memberikan nomor antrian yang telah gua bubuhi nama gua di sana. Beberapa saat kemudian nama gua dipanggil melalui pengeras suara, ““Psdfansdfuwsdfisdfnatsdfa”

Di dalam ruangan tempat wawancara itu dilaksanakan. Ada sekitar lima meja dengan sebuah web-cam di masing-masing mejanya. Akhirnya gua pun duduk di salah satu meja tersebut untuk diambil gambarnya. Gua disuruh menghadap kamera, dan.. “1.. 2... 3. Iya, sekarang sebelah kanan”.

Otomatis karena petugas itu menyebut kata “sebelah kanan” dan juga masih dalam konteks pemotretan, akhirnya gua pun merubah arah duduk menyamping ke kanan seperti narapidana yang diambil potretnya dari segala arah di depan kamera. Dalam hati, “Kok aneh yah disuruh menghadap ke sebelah kanan segala?.”
Petugas hanya tersenyum, “Maaf, maksud saya, sekarang tangan sebelah kanan, kita sekarang ambil sidik jari”.

Aduh, gua malu banget waktu itu, gua berharap segera keluar dari ruangan cepat-cepat. Akhirnya sidik jari pun diambil.

Setelah selesai pengambilan gambar beserta sidik jari. Tahapan berikutnya adalah wawanca. Tidak banyak yang ditanya oleh petugas, tidak seperti yang gua bayangkan sebelumnya. Petugas hanya bertanya, “Nama lengkap? Sudah punya passport sebelumnya?.” Itu saja, tidak banyak.

Setelah semuanya selesai, kita langsung mendapat secarik kertas yang harus diberikan saat pengambilan passport di tahap terakhir. Tahap IV :Setelah selesai, kita dapet secarik kertas yang harus diberikan ketika pengambilan passport tahap IV : Pengambilan Passport

***
Tahap IV : Pengambilan Passport.

Tepatnya tanggal 28 Januari 2009, akhirnya gua mendapat passport gua. Tahap terakhir adalah tahap terdramatisir dari berbagai tahapan yang ada sebelumnya. Di sinilah kesabaran gua diuji sampai titik apa.
Kira-kira tanggal itu ga menyempatkan diri untuk datang ke kantor Imigrasi pukul 09:30 sepulangnya gua dari rumah temen pagi itu. Seharusnya passport sudah bisa gua ambil pada tanggal 27 Januari 2009 satu hari sebelumnya. Hanya saja, karena tanggal itu masih ada beberapa laporan yang harus direvisi, makanya gua baru sempat datang tanggal 28 Januari 2009.

Seperti biasa, langkah pertama yang gua lakukan pertama kali seperti rutinitas-rutinitas sebelumnya adalah mengambil nomor antrian. Setelah gua memberikan nomor antrian dan juga secarik kertas yang gua dapat pada tahap III : Wawancara, Sidik Jari, dan Pemotretean sebelumnya, gua segera mencari tempat duduk di barisan paling depan. Supaya gua bisa mendengar lebih jelas kalau nama gua dipanggil nanti.

Saat duduk itu, gua sempat berbincang dengan pelamar yang sedang menunggu juga. Dia adalah seorang pensiunan ABRI. Karena tidak ada kerjaan, si bapak itu pun alhasil mengajak gua bicara “ngalor-ngidul” seputar: politik, sejarah, dan pendidikan.

Karena bahasa yang diperbincangkan cukup menarik, akhirnya gua pun terbawa dalam pembicaraan tersebut. Sampai akhirnya gua tersadar.

“Waduh!, udah jam setengah 11 aja nih.”

Gua kebetulan ada acara lain jam 12, dan gua juga berencana ke Depok jam setengah 6 hari itu.
Untuk memastikan tentang keberadaan passport gua. Akhirna gua bertanya kembali ke salah satu petugas Imigrasi yang sedang bekerja. Dia bilang passport gua sedang diurus oleh kepala kantor jadi gua dipersilahkan untuk menunggu.

Gua masih bis menolerir alasan itu, waktu itu. Gua pun memutuskan untuk kembali duduk manis di bangku ruang tunggu. Karena sudah bosan, pembicaran yang awalnya menyenangkan, mendadak menjadi membosankan.

Sambil memecah kebosanan, gua memutuskan untuk browsing segala situs di HP waktu itu. sampai gua melihat jam lagi, ternyata waktu sudah menunjukkan jam 11:30.

“Waduh! Gua ada janji nih jam 12.”

Saat gua baru sadar itu, gua merasa ada sesuatu yang ganjil terjadi.

“kenapa ibu-ibu yang baru saja menyerahkan surat hasil wawancara 15 menit yang lalu tiba-tiba dia sudah mendapat passportnya dalam sekejap?”.

Akhirnya gua kembali bertanya ke petugas di loket penyerahan passport.

Pandu              : Kapan passport saya selesai?
Petugas            : Sebentar lagi, sabar
Pandu              : Gimana saya bisa sabar. Ibu-ibu yang tadi dateng belakangan cuma 15 menit aja bisa dapet passprt masa saya yang udah dua jam gini, masih belum dapet juga?”
Petugas            : Lagi diproses, lagi ditanda tangani kepala kantor
Pandu              : Ok, di mana ruangan kepala kantornya, saya mau menghadap dia sekarang?!
Petugas            : Oh, maaf nggak bisa.
Pandu              : Gini aja pak! Kapan pastinya tuh passport selesai, ntar saya balik lagi!
Petugas            : Setelah istirahat
Pandu              : Ok, saya dateng lagi jam 13:30, tapi pastikan passportnya udah siap?
Petugas            : Baik

Karena gua ada keperluan dulu di luar jadinya memutuskan urusan di tempat lain.

Kira-kira pukul 13:30 gua sudah berada di kantor Imigrasi. Tanpa banyak basa-basi gua pun segera pergi ke loket penyerahan passport itu.

Pandu               : Pak, saya mau ambil passport saya.
Petugas            : Atas nama siapa pak?.
Pandu              : Psdfansdfuwsdfisdfnatsdfa.
(Petugas sibuk mencari-cari.)
Petugas            : Belum masuk pak.
Pandu              : Gimana sih, kan katanya selesai setelah istirahat. Yang bener kalau ngomong?!.

Jujur, sebenarnya gua merasa tidak enak juga berbicara dengan intonasi yang tegas ke seorang bapak-bapak yang umurnya beda 30 tahun di atas gau. Tapi mau bagaimana lagi? Kalau gua tidak besikap seperti itu, pastinya pihak calo-calo yang lain mendahului gua lagi.

Gua cuma berharap hak gua terpenuhi, setelah gua telah melaksanakan gua membayar sejumlah uang untuk pembuatan passport ini. Yang paling menyjengkelkannya adalah di jam-jam berikutnya petugas masih tetap mendahulukan calo-calo tersebut.

Akhirnya gua tidak bisa diam, gua berusaha lebih tegas lagi.

Pandu : Jadi sekarang saya harus nunggu berapa jam lagi??!!

Si petugas itu bertanya dengan nada berbisik-bisik dengan petugas di sampingnya tentang kesiapan passport atas nama gua. Lucunya adalah walaw status mereka berbicara ‘berbisik-bisik’ tetapi gua masih bisa mendengar suara mereka dengan. JELAS!.

Petugas itu berkata kepada temannya, kalau berkas atas nama gua belum diberikan, dan dikirim kepada kepala kantor untuk ditandatangani. Berkas tersebut masih berada di atas mejanya dan belum terurus.

Petugas            : Tunggu sebentar, lagi ditandatangani
Pandu            : Apaan lagi ditandatanganin, saya denger bapak tadi bicara apa?! Berkas saya belum dikerjakan kan?! 
Gini aja pak, saya mau bapak prioritasin saya, sebagai orang yang udah nunggu 4 jam disini! Bapak pikir kerjaan saya cuma diem aja di sini? Saya juga ada keperluan yang lain lagi pak!

Pelamar yang lain, tiba-tiba menatap gua dengan kaget, menatap tepat kea rah gua yang sedang marah waktu itu.

Untuk meredakan amarah, akhirnya gua pun memilih duduk, dibandingkan banyak berbicara di sana. Saat duduk itu ada seorang ibu di sebelah gua yang juga telah menunggu dari jam 12 tetapi passportnya belum jadi.
Berbicaralah gua dengan ibu tersebut. Sampai akhirnya jam setengah 4 gua kembali ke loket penyerahan passpot. Lalu berkata:

Pandu              : Pak, mana passport saya!
Petugas            : Iya, pak sedang ditandatangani.
Pandu              : PAK! YANG BENER KALAU KERJA!! JANGAN KAYA TAI GINI LAH PAK!! LO PIKIR KAGA CAPE GUA NUNGGU DI SINI!! AN***G LO!!

Keadaan kantor Imigrasi yang mulai sepi sejak ditutup jam 3 tadi, tiba-tiba bertambah hening, hanya terakan gua saja yang sempat mengisi kehampaan di ruangan itu. Semua mata orang hanya tertuju kea rah gua yang saat itu sedang marah, dengan muka yang merah karena menahan luapan emosi.

Pandu              : LIMA MENIT LAGI GA SELESAI GUA OBRAK-ABRIK TEMPAT INI!!

Lucunya, setelah gua berteriak seperti itu. Tidak ada lima menit passport gua selesai juga. Tanpa berkata terima kasih, gua mengambil passport yang telah gua dapat itu, dengan berkata.

Pandu              :KAMPET!

Si petugas menyuruh gua untuk memfotokopi terlebih dahulu passport yang baru gua dapat kemudian diberikan ke dia.

Segera gua memfotokopi passport tersebut lalu segera menyelesaikan segala urusan yang ada di saina. Sore itu kondisi kota Bandung yang harusnya semakin sejuk menjelang malam, malah terasa semakin panas.
Gua meninggalkan kantor Imigrasi dihari terakhir dengan bergumam sendiri, “Untung buat passport cuma 5 tahun sekali. Kalau sebulan sekali bisa cepet jantungan gua.”

03 September, 2009

Traveling Sumatera Barat : Mantan Gua adalah Seorang Psikopat!

Mungkin di cerita ini gua mau nyeritain asal muasal hobi backpacker. Yaitu pada saat gua dikhianati seorang perempuan.

Untuk yang belum tahu apa itu backpacker. Sebenernya sama aja seperti traveling ke suatu tempat, tapi kegiatan ini biasanya dilakukan oleh orang yang "sangat kekurangan dana", arti lainnya orang kere tapi pengen jalan-jalan :p. Dia ga memperhatikan di mana dia akan tinggal, bahkan di taman-pun bisa saja. Tapi, biasanya orang yang backpacker mereka lebih memilih untuk meminta bantuan akomodasi kepada komunitas backpacker lain. Bisa di dalam negri atau luar negri.

Hidup itu selalu menyenangkan jika kita mengeluarkan sedikit, dengan hasil melimpah, kan? Nah, dari pengalaman kurang menyenangkan dikhianati seseorang inilah akhirnya gua suka berpergian seperti ini.
---
MANTAN GUA SEORANG PSIKOPAT!
  
Gua punya mantan di Jogja. Dia berparas cantik, juga handal mengemudikan mobil. Kemahiran mengemudinya suatu hari ditunjukkan dengan mengantarkan gua dari Jogja - Bandung dalam waktu 8 jam!. Tanpa henti, dan dengan kecepatan yang ... (lo akan terheran-heran dengan wujudnya sebagai perempuan, tapi mengendarai kendaraan bak supir bus yang tidak takut mati!).
Waktu itu karena gua ga dapet tiket kereta pulang ke Bandung. Akhirnya dia menawarkan diri mengantar ke Bandung dengan mobil. Beberapa kali dia memaksa, gua selalu menolak. Sampai akhirnya gua pun luluh dan memperbolehkannya mengantar gua ke Bandung.
_____________________________________________________________
(Bandung)
Dia sempat tinggal di kosan selama beberapa hari. Karena merasa nggak enak dengan penjaga kosan. Akhirnya gua mutusin menyewa sebuah hotel di daerah Dago untuk tempat dia menginap beberapa hari di sini. Tanpa disangka, gua dapat kamar nomor 208. Angka 208 mungkin adalah angka kramat untuk kita berdua. 208 adalah nomor kosan dia di Jogja, 208 adalah nomor belakang HP gua, 208 adalah nomor plat mobil dia, dan kali ini kita dapat kamar hotel nomor 208.
---
Setelah seminggu lamanya dia di Bandung. Dia meminta izin kembali ke Jogja dengan mengendarai mobil sendirian. Jujur, gua gak bisa tinggalin dia seperti itu, apalagi saat itu sudah malam. Dalam keadaan gua yang sedang demam tinggi saat itu, gua pun memaksakan menemaninya sepanjang perjalanan Bandung - Jogja. Perjalanan selama 10 jam itu adalah sebuah perjalanan yang diwarnai dengan kegembiraan, yang gak akan pernah gua lupain sampai kapan pun.
---
Gua adalah seseorang yang keras, dan selalu ingin "mendominansi" setiap hubungan yang gua jalani. Walaw begitu, jauh dalam watak yang keras ini. Gua adalah seseorang yang akan terus ada dan selalu melindungi orang yang gua sayang kapan pun itu.
--- 
Suatu ketika kita terlibat pertengkaran di telepon. Di akhir pembicaraan, dia berkata "Aku ga mau ketemu kamu lagi, ini terakhir kalinya kamu bicara sama aku!!". Telepon pun diputus. Gua coba berkali-kali telepon kembali, tapi ga diangkat. Karena cemas terjadi apa-apa, akhirnya gua pun bergegas ke Jogja saat itu juga.
Waktu itu jam 12 malam. Dengan perasaan gelisah, gua berusaha mencari kendaraan ke Jogja saat itu juga. Kendaraan umum di Bandung tidak beroperasi 24 jam, dan tujuan pertama gua adalah Stasiun KA Hall Bandung. Gua pun terpaksa berjalan kaki menuju stasiun selama satu jam. Gua masuk ke dalam Stasiun yang sepertinya sudah tutup itu. Tak selang beberapa lama gua baru menapakkan kaki di dalam, seorang satpam menegur, dan membentak gua agar segera keluar. Karena jam operasional KA baru dibuka kembali pukul 5 pagi, dan tidak ada pemberangkatan kereta lagi sekarang.
Melalui pengusiran itu, gua pun keluar stasiun, dan mencari alternatif lain ke Jogja, bus. Saat itu gua tetap mencoba meneleponnya kembali, tetapi tetap, dia tidak pernah mengangkat lagi. Saat itu pun gua segera ke terminal Cicaheum Bandung. Karena tidak ada kendaraan umum lagi di daerah itu. Dan dengan berbekal uang seadanya gua memaksakan diri memberhentikan sebuah taxi menuju terminal.
Hari semakin pagi, sesampainya gua di teminal. Gua pun segera masuk dan mencari sebuah bus yang bisa mengantar gua menuju Jogja. Bus ekonomi jurusan Solo lah yang masih tersisa. jika saja bus itu berangkat, berarti gua harus menunggu sampai jam 8 pagi, untuk pemberangkatan bus berikutnya.
---
Perjalanan selama 12 jam itu dipenuhi dengan rasa lelah, dan penat yang amat sangat. Lelah, karena semakin siang keadaan bus semakin penuh sesak oleh penjual dan penumpang yang memadati bus. Penat, karena ga ada yang bisa gua lakuin, selain duduk tenang.
---
Gua punya suatu alasan kuat, kenapa gua harus khawatir dengan cewek gua ini. Setiap kali kami bertengkar hebat. Dia selalu mengancam akan bunuh diri. Oleh karena itu, pada saat dia bilang "Aku ga mau ketemu kamu lagi, ini terakhir kalinya kamu ketemu aku!". Gua rela melakukan apa pun untuk memastikan semua baik-baik saja. Gua sayang dia..
Gua tau keluh kesahnya selama ini. Gua tau.. Di luar dari asal keluarganya yg amat sangat berkecukupan, gua tau dia gak bahagia. Naluri seorang laki-laki adalah melindungi seseorang yang paling disayanginya. Itu pula pasti bakal gua lakuin ketika gua punya keluarga kelak.
---
Dalam hubungan tidak sehat tersebut gua banyak melakukan pengorbanan, bahkan kuliah gua pun terkatung-katung. Mengingat kuliah gua di jurusan geologi dipenuhi field trip dan eskursi setiap mata kuliahnya. Maka gua harus bisa me-maintain antara kuliah dengan waktu bersama pacar. Yang pada akhirnya pacar lah yang selalu gua dahulukan.
---
Jam 4 sore gua sampai di Jogja. Gua coba hubungi dia. Gua coba SMS bahkan telepon, tetapi tetap tidak pernah ada balasan lagi..Dalam situasi ini gua ga mau berfikir buruk, gua tetap berusaha berfikir positif.
Gua ambil bus dari ring road menuju Gejayan tempat dia tinggal. Pada saat itu gua terpaksa ga makan, dan minum untuk menghemat ongkos. Gua putuskan segera ke kosan dia di sekitar kampus UGM, Karang Gayam.
---
Sesampainya di sana. Gua mengetuk pintu. Alangkah terkejut gua, ketika dia membuka pintu!. Tangan dan kaki nya penuh dengan goresan benda tumpul dan kulit putih halusnya sekarang terlapisi sisa-sisa tanah basah yang mulai mengeras menutup luka di tangannya.
Dia menggores-goreskan tangannya dengan garpu, dan menutupi lukanya dengan tanah basah sehingga infeksi. Gua shock?! gua merasa bersalah sama dia.
---
Gua segera mengelap tangan dia yang mulai membengkak dengan air bersih, dan pergi ke warung terdekat untuk membeli antiseptik. Bergegas gua obati luka dia dengan seksama. Gua suruh dia tidur, sambil gua basuh lukanya, sambil gua bersihkan sisa-sisa tanah yang ada di tangannya dan gua berikan antisepti ke lukanya. Melihat kondisinya yang seperti ini gua semakin iba. Tapi, gua yakini, gua semakin sayang dia dan berjanji melindunginya dari apa pun. Termasuk dari watak keras gua selama ini.
---
Tidak seperti biasa, ketika gua di Jogja, gua selalu menginap di kontrakan sepupu di sekitar situ. Tapi khusus kali ini. Setelah mendapat izin dari penjaga kosan. Gua rela tidur, di sebuah kursi rotan di depan kamarnya yang bernomor 208 itu... Untuk menjaga supaya tidak ada hal buruk lagi terjadi.
---
Seminggu penuh gua merawat dia. Melihat dia lebih baikan, gua memutuskan untuk kembali lagi ke Bandung, karena gua punya tanggung jawab lain kepada kedua orangtua.Untuk menyelesaikan studi gua.
---Beberapa bulan kemudian
Seiring dengan intense-nya kegiatan di kampus. Gua mengurangi kepergian ke Jogja untuk sementara waktu. Tidak ada maksud untuk tidak perhatian, tetapi di sisi lain gua juga harus fokus di kuliah gua. Mendadak, suasana inilah yang gua rasakan mulai terasa aneh.
Dia mulai bersikap over. Sesuai dengan janji gua, gua mulai mengendalikan diri dari sikap keras kepala gua. Gua selalu memberikan saran terbaik, berusaha untuk sering ke Jogja, dan bersikap tenang apabila ada pertengkaran.
Tapi, gua ga tau kenapa. Tiba-tiba dia amat sangat protektif, bahkan dia memulai dengan larangan yang tidak masuk akal. Yang pada suatu titik menyebabkan pertengkaran hebat terjadi.
Gua bilang ke dia. Gua minta izin bertemu orang tua di Depok, karena sudah 6 bulan ini gua ga pulang ke rumah.
Gua coba beri penjelasan ke dia dengan kepala dingin. Gua ke sana untuk bertemu orang tua, karena mereka kangen.
Kemudian dia memberi suatu pilihan : "PILIH ORANG TUA, ATAU DIA MATI..."
_________________________________________________________________
Gua mencoba saran teman meyakinkan dia untuk bertemu dengan orangtua di Depok, tapi ternyata dia marah dan kita mulai bertengkar lagi. Melihat kondisi yang semakin tidak sehat itu gua akhirnya memutuskan untuk rehat dulu. Mencoba memikirkan apa yang terbaik untuk hubungan kita ke depan, dan saling introspeksi dahulu satu dengan lain.
---
Masa-masa rehat adalah masa-masa sulit antara hubungan gua dengan dia. Sehari ga mendapat kabar dari dia. Untuk gua adalah sebuah siksaan berat. Tapi karena keputusan itu dibuat oleh gua, maka gua harus menelan pahitnya juga.
--- Seminggu kemudian
Rasa pusing, penat, bercampur aduk dalam pikiran gua. Sesaat setelah gua pulang berenang di Sabuga suatu sabtu sore. Perasaan kangen yang amat sangat tiba-tiba muncul, sampai akhirnya gua pun tak tahan untuk meng-SMS dia.
Gua : "Gimana kabar kamu? Kamu sehat kan?"
A : "Aku sehat"
Gua : "Syukurlah kalau begitu, aku seneng nggak ada apa-apa sama kamu. Aku minta maaf kejadian kemarin ya"
A : "Ok"
Gua : "Kamu kenapa?, kok balasnya singkat?"
A : "Aku lagi di Bukit Tinggi, sama temen cowokku. Sori, tapi kamu SMS di saat nggak tepat. Aku lagi di rumah keluarganya. Dia lebih baik daripada kamu, dan kita sudah temenan lama."
Bukan mainnya gua shock membaca SMS itu!. Di saat gua kangen, dan terus memikirkan, dia, malah jalan dengan cowok lain selama ini.
---
Gua murka. Ga bisa terbayang bagaimana bingungnya gua waktu itu. Tanpa pikir panjang gua langsung cari penerbangan ke Padang, jam 7pm gua keliling Bandung mencari travel agent yang masih buka, yang bisa menyediakan tiket untuk penerbangan hari minggu ke Padang.
Nihil..
Semuanya sudah tutup jam 5 tadi. Putus Asa, baliklah gua ke kosan.
---
Di kosan, gua berusaha menelepon berbagai maskapai murah. Sayangnya karena besok hari minggu dan penerbangan murah telah full-booked. Maka hanya tersisa penerbangan mahal.
Setelah gua cek tabungan, uang yang tersisa hanya untuk membeli tiket dan gua ga tau, "Apakah sisanya bisa untuk tinggal di sana?" Karena gua ga punya kerabat, sodara, bahkan gua ga tau akan tinggal di mana nanti.
Nekatlah gua booking tiket via ATM, setelah mendapat struk pemberangkatan. Gua pun siap-siap tidur untuk penerbangan langsung jam 11 siang dari Jakarta. Gua beli return ticket untuk penerbangan hari minggu dan balik hari rabu.
---Bandara Minangkabau
1,5 jam penerbangan dari Jakarta, cukup membuat gua bosan. Ga ada yang bisa gua lihat selain hamparan awan, dan bentangan laut luas. Tapi, semuanya tergantikan, setelah bertemu dengan dia di Padang..
---
Sesampainya di bandara. Gua pun meng-SMS dia.
Gua : "Aku ada di Bandara Minangkabau sekarang. Aku pergi ke Bukit Tinggi sekarang. Aku mau ketemu kamu"
(15 menit gua menunggu balasan dia.)
A : "Ngapain kamu di sana? Aku lagi sama temen cowokku di "Jogja" lagi jalan-jalan sama keluarganya. Ok, selamat jalan-jalan aja di sana.."
---
Gua hancur dapet balasan SMS seperti itu dari dia. Perlu diketahui, gua sama sekali nggak punya kerabat di Padang, bahkan teman sekali pun. Gua belum tau akan tinggal di mana, makan-minum gimana?. Sebersik pikiran menjadikan bandara ini tempat tinggal gua sampai rabu.
Perasaan yang tadinya senang, sekarang hancur. Rasanya ingin memukul seseorang. Gua sungguh murka, dikhianati seperti ini. Pada saat gua ingin menyampaikan maaf ke dia. Dia berlaku seperti itu.. Dia sekarang dengan seorang laki-laki lain di Jogja, dan meninggalkan gua di Padang sendirian.
--- 2 jam kemudian
Gua ga bisa seperti ini terus. Dengan perasaan kesal. Gua dengan besar hati menerima "Semoga dia bahagia dengan orang itu.. Mungkin.. Mungkin bukan dengan gua...". Ini saat yang paling menyakitkan dari hubungan gua dengan dia. Dan gua akan terus mengingat kejadian di kota Padang ini. Di sini gua telah meninggalkan hati dan semua perasaan terhadap dia. Terhadap seorang perempuan yang kapan pun gua bakal terus merawat dia, bagaimanapun kondisi dia. Walaupun lewat doa..
---
Kejadian 2 tahun lalu masih tetap terngiang-ngiang di pikiran gua. Sekarang gua di Bandung. Biarlah hari-hari gua di Padang sebagai bagian dari lembaran hidup gua. Lembaran hidup, bahwa gua pernah mempunyai orang yang sangat berarti buat gua.
---
Akhirnya gua menyerah, ini jalan yang paling baik. Dan untuk membuat dia menyesal telah meninggalkan, gua, mengirim email ke dia berisi perjuangan gua selama di Padang.
---
ISI EMAIL DARI GUA BUAT DIA 
Kamu ingat kata-kata terakhir ketika di Jogja sebelum kamu antar aku ke stasiun Tugu, "Sayang, aku mimpi beberapa ini, kita ga bakal bertemu lagi?". Kemudian kita berpelukan, dan kamu bilang "jangan bilang itu, Yang?".
 

Tapi sadarlah jika sekarang semuanya benar terjadi.
 

Semuanya sedikit berubah, aku banyak menyadari kesalahan-kesalahanku. Semua prilaku burukku. Dan semua yang telah aku lakukan ke padamu.
 

Aku tunjukin bahwa aku benar-benar sayang dengan kamu dengan pergi ke Padang. Tanpa tahu apa-apa tentang daerah yang akan aku tuju.
 

Jam Gadang, itu yang selalu ada di dalam pikiranku, setelah tau kamu di Bukittinggi.
 

Aku tidak punya siapa-siapa di sana?. Hanya bermodalkan sedikit uang, dan kenekatanku untuk bertemu kamu, hanya kamu.
 

Aku ingin tunjukin ke kamu, aku sayang kamu. Aku mau berubah, ya, aku ingin berubah.
 

Aku bohong ke kamu, aku ga tinggal di rumah temenku, aku ga punya siapa-siapa di sana.
 

Dengan uang seadanya aku pun cari penginapan. Dekat dengan tempatmu. Ololadang.
 

Hotel Hangtuah, jalan Pemuda No.1 Padang. Aku menginap selama 2 hari.
 

Hari senin, tanggal 1. Dengan modal kenekatanku, aku pergi ke Bukittinggi.
 
Aku benar-benar ingin lihat Jam Gadang, aku kangen banget sama kamu. Ga ada yang bisa ngobatin kangenku selain pergi ke tempatmu, dan melihat jam tersebut. Walaw aku berharap bukan jam tesebut yang aku lihat, kamu.
 

Bukittinggi : Di bawah hujan deras saat itu, aku tetap pergi tanpa tahu di mana jam Gadang itu.
 

Angkot merah nomor 13, itulah yang membawa aku ke jam tersebut.
 

01:13pm aku sampai di jam tersebut. Orang-orang di sekitar jam berteduh karena hujan semakin lebat.
 

Tapi, Yang. Cuma aku satu-satunya orang yang rela melihat jam tersebut tanpa berteduh di manapun.
 

Walaw tahu kamu tidak akan datang, aku tetap menunggu di sana sampai jam 3:18pm. Aku basah kuyub. Lapar, dan lelah.
 

Aku ga cukup uang untuk makan di sana, aku ga makan dari hari minggu. Setiap kali makan aku hanya mengandalkan makanan yang disajikan gratis sebagai sarapan di hotel.
 

Jam 3:47pm aku pun kembali ke Padang.
 

Sesampainya di Hotel Hang Tuah, aku menahan sakit, pusing, dan mualku dan laparku selama perjalanan.
 

Aku jatuh sakit, seharian berusaha menunggu kamu di jam Gadang, tanpa ada hasil (walaw aku tahu aku tidak akan bertemu kamu di sana). Pulang dengan rasa lelah dan penat. Tapi aku sangat bersyukur, aku masih bisa bertahan hidup walaw tidak dengan bantuan siapa-siapa.
 

Akhirnya, aku berusaha senang dengan sahabatmu di sana yang kamu pilih.
 

Dan temanku Nova dan Rani.BCA, dia saksi perjuanganku mencari kamu di sana.
 

Ada SMS aku ke Nova dan Mbak.Rani BCA, yang masih aku simpan sampai sekarang :
 

--- 
Rani BCA
+6285622511xx
 

Ga apa-apa mbak. Mungkin dia udah dapet yang lebih baik dari saya. Namanya juga berkorban. Ga ap-apa saya aja yang mundur. Tadi saya SMS dia saya udah di Padang, dianya ga peduli.
--- 

Nova 
+6281296306xx
 

Gua, ga apa-apa IPK gua buruk semester ini dan kemarin. Yang penting buat gua, dia sehat, dan semoga orang yang dekat dengan dia sekarang bisa terus ngerawat dan ngejaga dia. Yang tidak pernah bisa gua berikan.
---
 

Setelah aku kirim SMS tersebut, semuanya berubah. Aku berusaha melupakanmu. Walaw sulit. Aku rela mundur, dengan segala angan-anganku kepadamu.
 

Aku tidak pernah bisa menjadi yang terbaik. Aku berusaha tapi tidak pernah bisa.
 

Dalam jelang waktu 2 minggu ke depan akan banyak yang berubah. A, aku tidak bisa memanggilmu, sayang lagi.
 
Ketika, kita bertemu nanti, kita tidak bisa seperti dulu lagi.
 

Semua mimpiku menjadi kenyataan "Sayang, aku mimpi berhari-hari ini, kalau kita ga bakal ketemu lagi?". Kemudian kita berpelukan, dan kamu bilang "jangan bilang itu, Yang?".



Ini adalah gambar yang sempat gua ambil lewat kamera HP di bawah derasnya hujan
---
Dari awal cerita dikhianati seorang perempuan inilah gua menjadi suka berkunjung ke suatu tempat mencari sesuatu yang menarik, walaw hanya sendiri. Karena hanya orang baiklah yang buat gua bisa bertahan selama di Padang. Berinteraksi dengan masyarakat dengan adat baru, adalah suatu keunikan tersendiri yang belum pernah gua dapetin ketika gua seorang "silent boy" dulu.


--


Quoted pandu : hatiku bukanlah hati perempuan yang seluas samudera, tapi hatiku hanyalah hati seorang laki-laki yang keras seperti kerikil, tapi ketika hancur, maka tak mungkin untuk mengembalikannya lagi..