04 April, 2012

Cerpen : Lelaki dengan senyuman terjeleknya..


"Aku jatuh cinta setiap hari, kadang dua kali. Dan kamu tahu, menjadi aku, sungguh menyiksa."

Andhika menyeruput secangkir kopi, kopi Arabika yang dicampur dengan beberapa rempah-rempah pedas sebagai penambah rasa. Sesaat sebelum dia berhasil menyeruput kopinya, dia tidak sengaja menumpahkan sedikit cairan kopi ke baju putihnya. Dia segera mengambil tisu lalu mencoba membersihkan noda tersebut. Tentu saja, semakin dibersihkan, semakin melebar noda kopinya.

Menjadi seorang yang dicap ceroboh adalah satu dari berbagai masalah yang Andhika punya. Semua orang berkata, dia mempunyai senyuman terjelek. Teman-temannya tak pernah mau pergi makan dengannya, karena ketika dia tersenyum, mendadak hilang seluruh napsu makan mereka. Bahkan burung dalam sangkar peliharaan ayahnya pun mendadak berhenti berkicau sesaat setelah dia dilahirkan. Tetangga-tetangga yang datang untuk menjenguk bayi Andhika yang baru dilahirkan pun jijik saat melihat dia tersenyum. Bahkan orangtuanya pun begitu. Saking jijiknya, orang tuanya bahkan membiarkan bayi Andhika menangis sepanjang waktu setiap harinya.

Ketika Andhika beranjak dewasa, orangtunya selalu mencegah dia untuk tertawa, mereka mengambil seluruh mainan yang disukainya. Semenjak itu lah dia mulai bermain dengan teman-teman imajinasinya - Badut-badut yang lucu, serta berbagai pelawak yang tetap membuatnya tersenyum.

Di sekolah, Guru sengaja menempatkan Andhika di pojok kelas kemudian menaruh dua orang anak laki-laki tinggi besar duduk tepat di depannya, sehingga dia menjadi tidak terlihat. Walaw merasa terasingkan, Andhika gemar menulis berbagai cerita dalam buku agendanya. Cerita-cerita lucu. Terkadang karena saking lucunya, dia bahkan tertawa terbahak-bahak terhadap lelucon yang baru selesai dibuat.. Dan tentu saja, reflek, seluruh kelas menatap kaget ke arahnya yang sedang tertawa sendiri waktu itu. Tak lama, dia diminta keluar kelas oleh gurunya, karena telah membuat beberapa murid menangis, serta beberapa murid berteriak histeris akibat senyumannya

Saat pertama kali aku bertemu Andhika, Aku sedang menonton sebuah film horor Indonesia. Filmnya cukup hambar sehingga membuat seluruh penonton tertawa ala kadarnya. Tapi seseorang yang duduk di sampingku tertawa dengan suara paling keras. Saat aku mencoba menoleh, mendadak aku gemetar ketakutan karena seluruh kehororan dari film horor yang kutonton itu ditampilkan langsung lewat muka pria yang sedang tertawa di sampingku waktu itu. Suara tawanya besar membahana, tapi tidak diiringi dengan wajah senang, melainkan wajah orang sangat depresi. Tentu saja, aku sebagai seorang kolektor 'action figure' monster-monster menyeramkan segera ingin berteman dengannya. Setelah film selesai, dia terlihat duduk menyendiri di sebuah kafe di dalam gedung bioskop itu, dia ditempatkan oleh petugas kafe di pojokan tersembunyi di mana 'wajahnya' tidak akan terlihat oleh pengunjung kafe lain. Kemudian aku mendekatinya lalu bertanya apakah aku bisa duduk dengannya. Dia cukup terkejut, tetapi cukup senang karena mempunyai teman ngobrol. Semenjak itu, kita selalu bertemu di tempat yang sama untuk berbincang-bincang.

Andhika tidak pernah mempedulikan senyumnya sebagai suatu masalah, sampai akhirnya hormon menyuruhnya untuk mulai merasakan, cinta.

Setiap hari, dia selalu bertemu dengan berbagai wanita yang dia suka di mana pun dia berada: ketika sedang berjalan di trotoar, ketika sedang berbelanja di Indomaret, atau ketika sedang jogging di Sabuga - ITB. Kadang, dia berhasil mendapatkan nomor wanita-wanita yang dia temui tersebut. Kadang setelah mereka berbicara berjam-jam di telpon mengenai berbagai bahasan menarik, mereka biasanya memutuskan untuk bertemu. Dalam setiap pertemuannya, Andhika selalu berusaha untuk tidak tersenyum. Sebelum sampai akhirnya sang wanita pun berkata, "Kamu mau gak jadi pacarku?". Mendengar pertanyaan tersebut wajah Andhika mendadak berubah senang, lalu ia tersenyum..

"Lalu apa yang terjadi setelahnya?" tanyaku. "Biasanya wanita kalau udah liat aku tersenyum, dia bakal segera minta izin ke toilet. Dan tidak pernah kembali lagi.."

Andhika menjelaskan lebih jauh bahwa dia sebenarnya masih sayang dengan wanita-wanita yang pernah ditemuinya itu, bahkan rasa sayang itu tetap ada walawpun usaha menghubungi mereka melalui telepon atau SMS tidak pernah lagi mendapat respon olehnya. Beberapa sengaja mengganti nomornya, beberapanya lagi beralasan pindah ke luar kota.

"Tapi apakah kamu tau? Aku menemukan sebuah cara untuk menghilangkan perasaanku ini terhadap wanita-wanita tersebut." Andhika berkata sembari mengangkat tangan kanannya kepada seorang pramusaji untuk meminta segelas kopi Arabika lagi, sedang tangan kirinya sibuk membersihkan noda kopi yang tumpah di baju dari kopi sebelumnya. Pramusaji itu datang tanpa mau melihat mukanya.

Andhika memberitahuku bahwa dia selalu membawa hape berkamera dalam sakunya. Dengan begitu, dia dengan mudah mengambil gambar wanita-wanita yang pernah ditemuinya tersebut. Hari ini dia bercerita bahwa sehabis jogging dari Sabuga selama satu setengah jam yang membuat kakinya bergetar hebat itu. Dia segera pergi ke rumah lalu 'memuaskan diri' dengan foto-foto wanita yang pernah mencampakannya tersebut.

Tentu saja, tidak ada perasaan bersalah sama sekali. Kadang satu tangannya terhenti ketika sedang 'melampiaskan hasratnya', sesaat setelah dia terkenang kembali dengan berbagai pengalaman buruk yang pernah dialaminya dengan wanita-wanita tersebut. Semakin pahit pengalamannya, semakin kuat dia memeras alat vitalnya. Hal tersebut membuatnya menjadi sulit terkontrol karena sering kali dia memuaskan diri hingga lima kali di pagi hari sebelum dia berangkat beraktifitas. Jika suatu hari dia bertemu kembali dengan seorang wanita, dia tidak akan pernah lupa mengambil fotonya lalu pergi ke toilet umum untuk melampiaskan seluruh hasratnya di sana. Tentu saja, tidak ada perasaan yang tercurahkan saat melihat foto-foto tersebut, otaknya seperti sudah tersistem untuk berfikir bahwa wanita-wanita tersebut adalah musuh terburuk yang pernah dikenalnya. Dia lalu melampiaskan seluruh kemarahannya dalam bentuk 'pelampiasan hasrat' yang semakin hari-semakin mengerikan.

Aku langsung memegang pundaknya lalu berkata, "Cukup.. jangan kamu lakukan lagi."

Pagi ini, orang tua Andhika meneleponku untuk memberitahu sebuah kabar buruk.

Andhika telah jatuh cinta dengan seorang perempuan yang ditemuinya di bioskop. Setiap hari, mereka terdengar bercakap-cakap di telepon berjam-jam lamanya. Si perempuan jatuh cinta dengan Andhika walaw dia belum pernah bertemu dengannya. Dia suka dengan berbagai lelucon yang dibuat olehnya. Sampai suatu waktu akhirnya wanita itu pun memintanya bertemu. Andhika khawatir jika mereka bertemu, saat itu akan menjadi akhir dari pertemuan mereka. Akhirnya, Andhika berterus terang kepadanya bahwa orang-orang membencinya karena mempunyai senyuman yang jelek. Awalnya perempuan itu berfikir Andhika sedang bercanda, tetapi Andhika merubah nada bicaranya. "Aku serius." Kemudian berhari-hari kemudian mereka melanjutkan hubungan melalui telepon saja.

Suatu malam, si perempuan meminta untuk bertemu dengan Andhika. Dengan berbagai pengyakinan kepada Andhika. Dia ingin menjamin bahwa dia akan tetap sayang terhadapnya bagaimanapun kondisinya. Andhika berusaha menaruh sedikit rasa yakin terhadap perempuan di telepon itu. Mungkin dia berbeda dari kebanyakan wanita yang pernah ditemuinya selama ini.

Mereka akhirnya bertemu Selasa malam di sebuah restoran seafood di jalan Braga yang belum pernah Andhika kunjungi sebelumnya. Mereka duduk berhadapan di sebuah meja di restoran yang mempunyai dinding yang berwarna warni. Malam itu sangat indah dan Andhika berusaha keras untuk tidak tersenyum. Karena penasaran, Sang wanita berusaha memancingnya untuk tersenyum. Tapi, Andhika tidak tersenyum sama sekali. Sepanjang percakapan, yang dilihatnya hanyalah wajah datar dari Andhika. Sampai akhirnya di akhir percakapan dia berkata, "Maukah kamu jadi pacarku?" Andhika mendadak tersenyum. Saat dia sadar dengan apa yang baru saja dilakukannya. Dia menjadi khawatir. Dia segera melihat ekspresi sang perempuan tersebut mendadak sedih sambil menyapu air mata di mukanya, sambil berkata "Tidak ada yang aneh dengan senyumanmu. Semua baik-baik saja." dan dia pun meyakinkan Andhika bahwa dia akan tetap mencintainya. Andhika menangis terharu. Tetapi air matanya pun semakin mengalir deras, saat sang perempuan itu meminta izin untuk pergi ke toilet.

Dia tidak pernah kembali lagi..

Untungnya, Andhika telah mengambil foto perempuan itu sebelumnya.

Sepulangnya dari restoran itu, dia mulai melampiaskan amarahnya dengan cara melampiaskan hasratnya sembari melihat wajah wanita tersebut dari hape-nya. Karena terlalu keras, tak sengaja kukunya menggores cukup dalam dan menimbulkan luka menganga lebar di alat vitalnya. Tapi yang terjadi, dia tetap melanjutkan kegiatan tersebut sembari mengerang kesakitan dari luka itu. Tak lama, dia pun terdiam setelah merasa terpuaskan saat cairan mani yang tercampur dengan darah kental keluar dengan derasnya. Tapi, yang terjadi adalah dia tidak menjadi benci dengan wanita itu, melainkan dia semakin cinta. Besok malamnya, dia mencoba melampiaskan diri dengan cara yang berbeda. Dia membakar alat vitalnya menggunakan lilin. Hasilnya, berkali-kali lipat dia semakin mendapatkan kepuasan dari melakukan hal tersebut.

Kemarin malam, Andhika membuat ikatan tali dari ikat pinggang milik ayahnya, dia menggantungnya di atas pintu, lalu mengikatnya di lehernya. Dia kemudian menggantung diri di pintu sembari melampiaskan hasratnya. Ibunya yang sedang terlelap, terbangun saat mendengar suara tendangan keras pada pintu di dalam kamar Andhika. Saat dia masuk, dia menemukan Andhika telah meninggal dengan cairan mani yang baru saja keluar menciprati layar hape yang sedang menampilkan foto seorang wanita pujaannya. Di situ lah Ibunya terkejut saat melihat wajah Andhika.

Tersenyum begitu indahnya.